Senin, 03 April 2017

internet ke satelit

BigNet ingin sediakan layanan internet murah berkualitas untuk kawasan terpencil di Indonesia


BigNet-satellite-dish_1
Layanan internet kabel konvensional yang kemungkinan besar tidak tersedia di daerah terpencil, membuat masyarakat di kawasan tersebut kesulitan mengakses internet. Layanan internet broadband berbasis satelit bisa dibilang menjadi “penyelamat” bagi mereka. Penggunaan satelit juga memungkinkan akses internet menjadi lebih cepat. Kecepatan unduhan melalui sistem ini bahkan telah mencapai 20 Mpbs. Di Amerika Serikat, mereka yang bekerja di lahan pertanian dan jauh dari perkotaan, rata-rata cenderung memilih menggunakan layanan internet berbasis satelit karena layanan internet kabel tidak lagi bisa diandalkan.
Di negara dengan kondisi geografi yang tersebar seperti Indonesia, internet berbasis satelit adalah celah yang menggiurkan. Selain itu, bisa dibilang tidak ada keuntungan yang didapat dari pembangunan infrastruktur broadband konvensional atau serat optik di kawasan terpencil di Indonesia. Rata-rata penduduk yang tinggal di kawasan tersebut tersebar di berbagai daerah, dan tingkat konsumsi mereka terbilang rendah. Bercermin dari kondisi tersebut, internet berbasis satelit adalah salah satu cara untuk menyediakan akses internet yang layak bagi mereka.
Baru-baru ini, penyedia layanan internet berbasis satelit BigNet telah menjalin kerja sama senilai USD78 juta (Rp1 triliun) dengan perusahaan asal Singapura, Kacific Broadband Satellites untuk mengusung layanan internet broadband berbasis satelit di tanah air pada tahun 2017.
“Sekalipun menggunakan serat optik, rasanya akan sulit menjangkau semua daerah,” jelas CEO Kacific, Christian Patouraux, kepada Tech in Asia. “Bila menggunakan cara konvensional, anggaran bisa meningkat 50 sampai 200 kali, atau miliaran dollar.” Christian menambahkan bila kebanyakan penyedia layanan internet broadband cenderung kurang mempedulikan daerah seperti Papua dan Sulawesi, karena dinilai kurang prospektif, lain halnya dengan kota besar seperti Jakarta dan Surabaya.
BigNet_2
Kacific dan BigNet, akan berfokus pada daerah terpencil di Indonesia. “Kami ingin menjadi penyedia layanan dengan harga yang bersahabat,” ujar Christian. “Kami tidak hanya menginginkan bisa memberi satu jam, namun bahkan 15 sampai 20 jam akses Skype atau YouTube dengan tarif USD10 (Rp130.000) per bulan,” tambahnya.
Menurut Christian, penggunaan satelit untuk keperluan broadband sudah mulai dilakukan sejak 15 tahun lalu. Pada tahun 1970, ada banyak parabola yang dipasang di tiap atap rumah untuk menikmati tayangan televisi. Di Indonesia, Anda mungkin masih bisa melihat beberapa rumah masih menggunakan parabola klasik, meski kebanyakan tidak berfungsi dan cenderung hanya menjadi “pajangan”. Kini zaman telah berubah, Christian mengklaim bila kini pengguna hanya memerlukan antena dengan berat 10 kg yang dipasang di atap rumah untuk mendapatkan akses internet berbasis satelit. “Semuanya sekarang mengecil, tidak hanya ukuran antena, namun juga konsumsi dayanya,” jelas Christian.
Pengguna bisa membeli parabola untuk internet rumahan dengan harga USD350 (Rp4,6 juta). Sementara parabola untuk digunakan di area yang lebih luas seperti sekolah atau pusat komunitas, harganya berkisar dari USD500 (Rp6,6 juta) sampai USD1.000 (Rp13,1 juta).

Masalah utama yang dihadapi

Sebagian orang, seperti gamer hardcore, akan mengeluhkan adanya lag dari layanan internet broadband berbasis satelit. Latensi adalah pembeda utama dari layanan internet konvensional dan layanan internet berbasis satelit.
Christian menyebut bila gangguan sinyal di kala hujan adalah hal yang banyak dikeluhkan dari penggunaaan internet berbasis satelit. Di masa lalu, hujan lebat dan awan yang tebal memang kerap menjadi batu sandungan bagi layanan ini. Meski begitu, Christian mengklaim dengan peralatan yang lebih modern, kejadian semacam ini sudah semakin jarang.
BigNet_3
“Ada antena pada setiap parabola untuk mengukur tingkat gangguan,” kata Christian. “Nantinya akan ada sistem yang akan mengirimkan informasi ke satelit untuk menurunkan kecepatan internet. Pengguna nantinya akan mendapatkan akses yang lebih lambat, namun tidak sampai terputus. […] Kami telah membuat sinyal sedemikian kuat sehingga hujan tidak lagi menjadi masalah,” bebernya.
Christian percaya bila sistem internet broadband berbasis satelit adalah sistem yang cocok untuk diterapkan di tanah air. Setiap hari, hampir setiap orang mengeluhkan kecepatan akses internet. Dengan kondisi seperti ini, jelas tidak akan mungkin membandingkan harapan kecepatan koneksi di kawasan terpencil – yang bahkan biasanya tidak ada internet sama sekali – dengan seorang bankir di New York, yang harus terkoneksi dengan internet sepanjang hari.

Kesempatan untuk ranah edukasi dan pencegahan bencana alam

Menurut Christian, dukungan terhadap layanan internet broadband berbasis satelit masih lebih tinggi daripada mereka yang menolak. Hal ini akan sangat bermanfaat saat dalam kondisi darurat atau terjadi bencana alam. Indonesia adalah negara yang berpotensi mengalami tsunami, gempa bumi, atau gunung meletus. Di masa lalu, mereka yang tinggal di daerah terpencil akan sulit berkomunikasi dengan dunia luar. Dengan internet berbasis satelit, mereka akan mendapat opsi tambahan saat dalam kondisi darurat ketika layanan seluler sudah tidak berfungsi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar